Jumat, 04 Juli 2014

Tugas Portofolio 3



I.       ANALISIS TRANSAKSIONAL BERNE

A.   Konsep Dasar 
ERIC BERNE (1910-1970) kelahiran Montreal, Canada, adalah pelopor Analisis Transaksional (AT). Ia mulai mengembangkan AT ini sebagai terapi ketika ia bertugas dalam Dinas Militer Amerika Serikat dan diminta untuk membuka program terapi kelompok bagi para serdadu yang mendapat gangguan emosional sebagai akibat Perang Dunia ke-2.
Berne, pada mulanya adalah seorang pengikut Freud dan melakukan praktik Psikoanalisis dalam terapi. Sebab, saat itu psikoanalisis tengah mendapat perhatian yang luar biasa. Bahkan Berne sendiri pernah mendapat kuliah psikoanalisis di Yale Psychiatric Clinic (1936-1938) dan NewYork Psichoanalitical Institute (1941-1943).
Analisis transaksional berevolusi dari ketidakpuasan Berne dengan lambatnya psikoanalisis dalam menyembuhkan orang-orang dari masalah mereka. Setelah Berne berhenti bekerja pada Dinas Militer, Berne mulai melakukan eksperimen yang sungguh-sungguh. Akhirnya pada pertengahan tahun 50-an barulah ia memperkenalkan teorinya, Analisis Transaksional. Diluar dugaan, teori ini mendapat sambutan baik dari kalangan ahli terapi kelompok, dalam pertemuan Regional Perhimpunan Terapi Kelompok Amerika di Los Angeles tahun 1957 teori ini diangkat sebagai salah satu tema yang dibahas. Tentu saja AT mulai mengundang ingin tahu banyak orang dengan prinsip-prinsip yang dikembangkannya. Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional  adalah upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran logis, rasional, tujuan-tujan yang realistis, berkomunikasi dengan terbuka, wajar, dan pemahaman dalam berhubungan dengan orang lain.                                                                                            Pendekatan ini dikembangkan dari teori kepribadian oleh Dr. Eric Berne. Inti dari teori bahwa apa yang disebut dengan Ego State (Status Ego) merupakan sumber-sumber dari tingkah laku seseorang yang merupakan proses dari bagaimana seseorang melihat realitas dan bagaimana mereka itu mengolah berbagai informasi serta bereaksi dengan dunia pada umumnya. Status ego yang ada pada diri seseorang itu terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh seseorang yang masih membekas pada dirinya sejak masa kecil.
Pandangan Analisis Transaksional tentang Kepribadian
Pendekatan analisis transaksional berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu: orang tua, dewasa, anak. Sifat kontraktual proses terapeutik analisis transaksional cenderung mempersamakan kedudukan konselor dan klien. Adalah menjadi tanggung jawab klien untuk menentukan apa yang akan diubahnya.
Pada dasarnya, analisis transaksional  berasumsi bahwa manusia itu:
1.     Manusia memiliki pilihan-pilihan dan tidak dibelenggu oleh masa lampaunya (Manusia selalu berubah dan bebas untuk menentukan pilihanya). Ada tiga hal yang membuat manusia selalu berubah, yaitu :
   Manusia (klien) adalah orang yang “telah cukup lama menderita”, karena itu mereka ingin bahagia dan mereka berusaha melakukan perubahan.
   Adanya kebosanan, kejenuhan atau putus asa. Manusia tidak puas dengan kehidupan yang monoton, kendatipun tidak menderita bahkan berkecukupan. Keadaan yang monoton akan melahirkan perasaan jenuh atau bosan, karena itu individu terdorong dan berupaya untuk melakukan perubahan.
   Manusia bisa berubah karena adanya penemuan tiba-tiba. Hal ini merupakan hasil AT yang dapat diamati. Banyak orang yang pada mulanya tidak mau atau tidak tahu dengan perubahan, tetapi dengan adanya informasi, cerita, atau pengetahuan baru yang membuka cakrawala barunya, maka ia menjadi bersemangat untuk menyelidiki terus dan berupaya melakukan perubahan.
   Manusia sanggup melampaui pengondisian dan pemprograman awal (manusia dapat berubah asalkan ia mau). Perubahan manusia itu adalah persoalan di sini dan sekarang (here and now). Berbeda dengan psikoanalisis, yang cenderung deterministik, di mana sesuatu yang terjadi pada manusia sekarang ditilik dari masa lalunya. Bagi AT, manusia sekarang memiliki kehendak, karena itu perilaku manusia sekarang adalah persoalan sekarang dan di sini. Kendatipun ada hubungannya dengan masa lalu, tapi bukan seluruhnya perilaku hari ini ditentukan oleh pengalaman masa lalunya.
   Manusia bisa belajar mempercayai dirinya dirinya sendiri, berpikir dan memutuskan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan-persaannya.
2.     Manusia sanggup untuk tampil di luar pola-pola kebisaaan dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru.
3.     Manusia bertingkah laku dipengaruhi oleh pengharapan dan tuntutan dari orang-orang lain.
4.     Manusia dilahirkan bebas, tetapi salah satu yang pertama dipelajari adalah berbuat sebagaimana yang diperintahkan.
Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya.

B.   Unsur-unsur Terapi

2. Tujuan Terapis
Tujuan utama dari AT adalah membantu klien dalam membuat keputusan-keputusan baru yang berhubungan tingkah lakunya saat ini dan arah hidupnya. Sedangkan sasarnya adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh ketusan awal mengenai posisi hidupnya serta pilihan terhadap cara-cara hidup yang stagnan dan deterministik. Menurut Berne (1964) dalam Corey (1988) bahwa tujuan dari AT adalah pencapaian otonom yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik; kesadaran, spontanitas, dan keakraban.

Penekanan terapi adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang menyalahkan diri dan gaya hidup otonom ditandai dengan kesadaran spontanitas dan keakraban. Menurut Haris (19967) yang dikutip dalam Corey (1988) tujuan pemberian treatment adalah menyembuhkan gejala yang timbul dan metode treatment adalah membebaskan ego Orang Dewasa sehingga bisa mengalami kebebasan memilih dan penciptaan pilihan-pilihan baru atas pengaruh masa lampau yang membatasi. Tujuan terapeutik, dicapai dengan mengajarkan kepada klien dasar-dasar ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Para klien dalam setting kelompok itu belajar bagaimana menyadari dan menjabarkan ketiga ego selama ego-ego tersebut muncul dalam transaksi-transaksi kelompok.

3. Peran Terapis
Harris (1967) yang dikutip dalam Corey (1988) memberikan gambaran peran terapis, seperti seorang guru, pelatih atau nara sumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional, analisis skenario, dan analisis permainan. Selanjutnya menurut Corey (1988), peran terapis yaitu membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau yang merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal tertentu, mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang mungkin akan dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih otonom.
Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan pengetahuannya untuk mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru.

C. Teknik Terapi Analisis Transaksional
Dalam AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, terapist memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis skript, dan analisis mainan.

 Analisis Struktur
 Analisis struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien. Analis hendaknya bisa mengenal
1) apakah klien menggunakan ego state tertentu,
2) apakah ego state klien, normal, terkontaminasi atau eksklusif, dan
3) bagaimanakah energi egogram klien tersebut. Dengan mengetahui struktur ego state klien, akan diketahui masalah yang dihadapi klien. Bila klien dominan menggunakan ego state A masalah yang dihadapinya kurngnya rasa pecaya diri atau dipandang rendah o rang lain. Bila O yang domninan maka klien tengah ditakuti, dijauhi, disishkan atau diasingkan orang lain.

   Analisis Transaksional
          Transaksi antara konselor – klien pada hakekatnya adalah tranasksi antar status ego keduanya. Konselor menganalisa status ego yang terlihat dari respons atau stimulus klien. Dengan orang lain Baik dari kata-kata yang diungkapkan klien, maupun dengan bahasa non verbal. Data atau informasi yang diperoleh dari transaksi dijadikan konselor untuk bahan analisis atau problem yang dihadapi klien.

 Analisis Mainan
Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan Lingkungannya. Mungkin Klien dalam transaksinya sering mengumpulkan “kupon emas atau kupon Coklat” (perasaan menang atau perasaan kalah). Bila klien dalam games sering berperan sebagai pemenang, maka ada kemungkinan ia menjadi amat takut sewaktu-waktu akan menerima kopon cokelat yang banyak.

Analisis Skrip
Analisis Skript ini merupakan usaha terapist yang terakhir, dan diperlukan mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak masa kecil dan standar sukses yang telah ditanamkan orang tuanya. Disamping keempat macam teknik yang digunakan di atas, treatment dari AT sering pula menggunakan teknik khusus, seperti: Interogasi, Spesifikasi, Konfrontasi, Eksplanasi, Ilustrasi, Konformasi, Interpretasi, Kristalisasi.

II.               Rational Emotive Therapy
Konsep dasar pandangan Rational emotive therapy tentang kepribadian
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.

Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

B. Unsur - Unsur Terapi
Munculnya Gangguan
Tujuan Terapi
Adapun tujuan utama Rational Emotive Therapy ini adalah menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, dan ketidakyakinan diri. Dan untuk mencapai perilaku yang rasional, kebahagiaan, dan aktualisasi diri (Mappiare, 2010). Dalam konseling rational emotive, seorang konselor harus menempatkan dirinya sebagai seorang pribadi yang lebih aktif untuk menelusuri masalah yang dihadapi seorang klien.

Peran Terapis
Rational Emotive Therapy ini adalah mengajak dan membuka ketidaklogisan pola berfikir klien dan membantu klien mengubah pikirannya yang irasional dengan mendiskusikannya secara terbuka dan terus terang.

C. Teknik Rational Emotive Therapy

     1). Teknik Pengajaran
Dalam konseling rasional emotif konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. Maka dari itu teknik pengajaran disini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicaara serta menunjukkan sesuatau kepada klien, teruatama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosional kepada klien.

   2). Teknik Konfrontasi
Dalam teknik konfrontasi ini, konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien kearah berfikir logis empiris.

   3). Teknik Persuasif
Teknik persuasif, yaitu meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan dan mengemukakan berbagai argumentasi untuk memunjukkan apa yang diannggap oleh klien benar tidak bisa diterima atau tidak benar.

    4). Pemberian Tugas
Dalam teknik ini konseor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Teknik ini bisa dilakukan dengan menugaskan kepada klien untuk bergaul kepada anggota masyarakat kalau mereka merasa dikucilkan dalam pergaulan, membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan cara berfikirnya.

III. Terapi Perilaku ( Behavioral Therapy ) 

      Konsep Dasar terapi Perilaku Behavioral terapi tentang kepribadian

Dalam pandangan tentang hakekat manusia, terapi behavior menganggap bahwa pada dasarnya manusia bersifat mekanistik dan hidup dalam alam yang deterministik, dengan sedikit peran aktif untuk memilih martabatnya. Perilaku manusia adalah hasil respon terhadap lingkungan dengan kontrol yang terbatas dan melalui interaksi ini kemudian berkembang pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Dalam konsep behavior, perilaku manusia merupakan hasil dari proses belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi kondisi-kondisi belajar. 

Dengan demikian, terapi behavior hakekatnya merupakan aplikasi prinsip-prinsip dan teknik belajar secara sistematis dalam usaha menyembuhkan gangguan tingkah laku. Asumsinya bahwa gangguan tingkah laku itu diperoleh melalui hasil belajar yang keliru dan karenanya harus diubah melalui proses belajar, sehingga dapat lebih sesuai.


a).      Unsur - Unsur Terapi

1)      Munculnya Gangguan

2)     Tujuan Terapi
Tujuan utamanya menghilangkan tingkah laku yang salah dan mengantikannya dengan dengan tingkah laku yang baru yang lebih sesuai. Secara rinci tujuan tersebut adalah untuk :

1.     Menghapus pola-pola perilaku maladaptive anak dan membantu mereka mempelajari pola-pola tingkah laku yang lebih kontruksif
2.     Mengubah tingkah laku maladaptive anak
3.     Menciptakan kondisi-kondisi yang baru yang memungkinkan terjadi proses belajar ulang.

3). Peran terapis
 Dalam pendekatan behavior telah menempatkan pentingnya fungsi dan peranan konselor atau terapis sebagai pengajar. Secara aktif, direktif dan kreatif konselor atau terapis diharapkan mampu menerapkan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya guna mengajarkan keterampilan-keterampilan baru sesuai permasalahan klien dan tujuan yang diinginkan. Fungsi lain yang juga harus ditegakkan oleh konselor atau terapis selama proses konseling atau terapis adalah melaksanakan assesmen dan penilaian secara terus menerus, menetapkan sasaran perubahan perilaku dan bagaimana mengajarkan untuk mencapainya, peka terhadap perubahan-perubahan yang terjad, serta membantu mengembangkan tujuan-tujuan pribadi dan sosialnya.

C. Teknik Terapi
1.     Desentisisasi sistematis, yaitu suatu cara yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperbuat secara negatif dengan menyertakan pemunculan tingkah laku yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Salah satu caranya adalah dengan melatih anak untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan.
2.     Latihan asertif, yaitu latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang menimbulkan kecemasan, dengan cara mempertahankan hak dan harga dirinya. Dalam pelaksanan teknik ini, penting bagi konselor atau terapis untuk melayih keberanian anank untuk berkata atau menyatakan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya secara tegas. Caranya dapat melalui bermain peran. Misalnya anak diminta untuk berperan sebagai orang tua yang galak dan konselor atau terapis sebagai anak yang pendiam. Kemudian peran tersebut dipertukarkan.
3.     Terapi aversi, yaitu digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk atau menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku yang positif, dengan meningkatkan kepekaan klien agar mengganti respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Misalnya, anak yang suka mabuk, maka minumannya dicampur dengan obat tertentu yang dapat menjadikan pusing atau muntah
4.     Penghentian pikiran, teknik ini efektif digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya, misalnya klien ditutup matanya sambil membayangkan dan mengatakan sesuatu yang menganggu dirinya.
5.     Kontrol diri, dilakukan untuk meningkatkan perhatian pada anak tugas-tugas tertentu, melalui prosedur self assessment, mencatat diri sendiri, menentukan tindakan diri sendiri dan menyusun dorongan diri sendiri
6.     Pekerjaan rumah, yaitu dengan memberikan tugas atau pekerjaan rumah kepada klien yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan situasi tertentu. Misalnya, kepada klien yang suka melawan ketika dimarahi orang tua, maka diberi tugas selama satu minggu untuk tidak menjawab ketika sedang dimarahi, kemudian hasilnya dievaluasi dan secara berangsur ditingkatkan. 
      
Nama : Rahayu Wulandari Angsar
NPM : 15511764
Kelas : 3PA11

SUMBER : 
Andi Mappiare AT. (2010). Pengantar Konseling dan Psikoterapi Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti. (2004) Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi
Gerald Corey. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Gerald Corey. (1997). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco
Naisaban, Ladidlaus. (____). Para psikolog Terkemuka Dunia. Grasindo: Jakarta.
http://cancer55.wordpress.com/2011/06/24/pendekatan-dalam-komunikasi-konseling/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar